SMP Negeri 1 Grujugan, Sekolah Model dan Adiwiyata yang sejak 2013 melaksanakan kurikulum 2013. Dan kini juga melaksanakan kurikulum merdeka. Sekolah ini terletak di Jalan Bondowoso-Jember, Km. 8, Desa Taman, Kec. Grujugan, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur 68261. Lokasi ini cukup strategis terletak di pinggir jalan raya Bondowoso-Jember sehingga memudahkan tranportasi bagi pejalan kaki, kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum dan mudah diakses atau dikenali oleh masyarakat Bondowoso dan lingkungan sekitarnya.
24 Oktober 2011
SUMPAH PEMUDA
Sumpah Pemuda, Kisah Patriotisme Pemuda Indonesia untuk Mempersatukan Bangsa
reposting by Tukono J Pamungkas
Pada pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (nantinya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang di hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925.
Suatu gejala yang tampak pada gerakan mahasiswa dalam pergolakan politik di masa kolonial hingga menjelang era kemerdekaan adalah maraknya pertumbuhan kelompok-kelompok studi sebagai wadah artikulatif di kalangan pelajar dan mahasiswa. Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada tahun 1930-an.
21 Oktober 2011
Artikel Penelitian
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA KELAS VII SMP
DALAM MENEMUKAN CARA PENEGAKKAN HAM
Tukono
Abstrac: The purpose of this study to enhance students' skills in finding ways enforcement of Human Rights (Human Rights), proving the learning model Problem Based Learning (PBL) can be applied according to the material characteristics of Civics and PBL model when applied to such material can improve student achievement. Research conducted at SMPN 1 Grujugan in Class VII student in the school 30 students are motivated by the difficulty in finding ways to uphold Human Rights. Research and walk as much as 2 cycles showed that problem-based learning can enhance students' skills in finding ways to enforce the Human Rights (Human Rights), the results of this study also proves that the model PBL according to the characteristics of the material and can improve student achievement.Keywords: Implementation, Problem Based Learning, HAM.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa. hal ini jelas terlihat di setiap Standar Kompetensi, contohnya SK: 3. Menampilkan sikap positif terhadap perlindungan dan penegakkan Hak Azasi Manusia (HAM) dan khususnya KD 3.2: Mendeskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakkan HAM. Kompetensi dasar tersebut dirangkaikan dengan pembahasan HAM pada KD-KD berikutnya nampak sisi sosio-kultural dalam pembelaan hak asasi manusia. Dengan bobot dan karakteristik materi seperti itu, penyajian proses belajar mengajar masih disajikan secara konvensional. Sehingga siswa tidak memperoleh pemahaman yang jelas untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
DILEMA PENDIDIKAN MORAL
Moral, morality, moralitas atau apapun namanya merupakan bahasan tentang etika manusia. Kita lebih mengenal dengan sebutan etiket. Bisa juga diterjemahkan ke bahasa keseharian kita dengan kata sopan santun. Sepintas memang ada kaitanya dengan norma sopan santun dan kesusilaan sebagaimana yang berlaku dalam lingkungan pergaulan masyarakat kita.
Moral sangat erat dengan sebutan-sebutan di atas. Moralitas merupakan refleksi perilaku manusia dengan tata nilai yang muncul. Nilai itu merupakan interprestasi sosial dan dilegal-socio-kan oleh peradaban masyarakat kita. Karena berkenaan dengan tata nilai, maka moral atau moralitas selalu menimbulkan interprestasi yang "boleh berbeda" pada setiap sisi lingkungan pergaulan manusia. Apa artinya nilai itu dinamis? Sebenarnya tidak. Ada generalisasi nilai dalam pergaulan hidup kita. Karena sudah hukum ilahi (bagi kita yang beragama), hukum aqli (bagi kita yang berakal, realis, logis) tentang nilai benar-salah. Nilai benar-salah dapat menjustifikasi suatu tata nilai itu sesungguhnya berlaku umum apa tidak. Sebagai contoh jika kita berjalan di jalan umum, ada 2 sisi lalu lintas manusia, yaitu arah dari depan dan arah dari belakang. Atau arah dari utara dan arah dari selatan, dari barat dan dari timur. Nampaklah 2 arah selalu berlawanan jika kita berlalu lintas. Itu berarti ada nilai yang berseberangan. Jika kita diskripsikan situasional Indonesia, maka berlaku aturan sebelah kiri dan sebelah kanan. Tapi di Eropa kebalikannya kanan dan kiri. Sehingga posisi kemudi mobil di Indonesia dengan di Eropa tidak sama. Arti dari semua diskripsi di atas adalah tata nilai berlalu lintas selalu 2 arah yang berseberangan. Sedangkan dari posisi manapun orang berlalu lintas, keduanya tidak akan bertabrakan. Hal ini bisa kita generalisasikan tata nilainya, yaitu tata nilai orang berlalu lintas pasti 2 arah yang berbeda dan tidak bertabrakan.
Situasi demikian memunculkan dualisme nilai pada saat tertentu. Bisa juga memunculkan nilai yang "ambigu" atau mendua bila ditafsirkan. Jika tata nilai peradaban itu bertemu, sesungguhnya ada satu konsensus hukum yang berlaku, dan hal ini ditetapkan dan disepakati oleh manusia. Tapi terkadang pemahaman kita tidak sama. Taruhlah contoh tata lalu lintas di atas. Bagaimana jika orang Jerman mengendarai mobil di Indonesia? Maka tata nilai yang di bawa orang Jerman adalah akan berjalan sebagaimana di jalan raya di negerinya, tetapi karena ada konsensus internasional yang dilegalkan, maka orang jerman jika berjalan di jalan raya Indonesia harus menyesuaikan diri dengan aturan Indonesia. Tetapi bagi tata nilai dasar manusia hal tersebut tetap dilematis dan ambigu. Artinya moralitas itu bila dipahami secara personalitas kelompok, akan menimbulkan ambiguitas (ganda makna). Moralitas sebagai tata nilai harus dilihat dari sisi peradaban manusia yang universal, sesungguhnya tata nilai moral itu dimiliki oleh setiap manusia.
Langganan:
Postingan (Atom)