SMP Negeri 1 Grujugan, Sekolah Model dan Adiwiyata yang sejak 2013 melaksanakan kurikulum 2013. Dan kini juga melaksanakan kurikulum merdeka. Sekolah ini terletak di Jalan Bondowoso-Jember, Km. 8, Desa Taman, Kec. Grujugan, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur 68261. Lokasi ini cukup strategis terletak di pinggir jalan raya Bondowoso-Jember sehingga memudahkan tranportasi bagi pejalan kaki, kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum dan mudah diakses atau dikenali oleh masyarakat Bondowoso dan lingkungan sekitarnya.

21 Oktober 2011

DILEMA PENDIDIKAN MORAL

Moral, morality, moralitas atau apapun namanya merupakan bahasan tentang etika manusia. Kita lebih mengenal dengan sebutan etiket. Bisa juga diterjemahkan ke bahasa keseharian kita dengan kata sopan santun. Sepintas memang ada kaitanya dengan norma sopan santun dan kesusilaan sebagaimana yang berlaku dalam lingkungan pergaulan masyarakat kita.

Moral sangat erat dengan sebutan-sebutan di atas. Moralitas merupakan refleksi perilaku manusia dengan tata nilai yang muncul. Nilai itu merupakan interprestasi sosial dan dilegal-socio-kan oleh peradaban masyarakat kita. Karena berkenaan dengan tata nilai, maka moral atau moralitas selalu menimbulkan interprestasi yang "boleh berbeda" pada setiap sisi lingkungan pergaulan manusia. Apa artinya nilai itu dinamis? Sebenarnya tidak. Ada generalisasi nilai dalam pergaulan hidup kita. Karena sudah hukum ilahi (bagi kita yang beragama), hukum aqli (bagi kita yang berakal, realis, logis) tentang nilai benar-salah. Nilai benar-salah dapat menjustifikasi suatu tata nilai itu sesungguhnya berlaku umum apa tidak. Sebagai contoh jika kita berjalan di jalan umum, ada 2 sisi lalu lintas manusia, yaitu arah dari depan dan arah dari belakang. Atau arah dari utara dan arah dari selatan, dari barat dan dari timur. Nampaklah 2 arah selalu berlawanan jika kita berlalu lintas. Itu berarti ada nilai yang berseberangan. Jika kita diskripsikan situasional Indonesia, maka berlaku aturan sebelah kiri dan sebelah kanan. Tapi di Eropa kebalikannya kanan dan kiri. Sehingga posisi kemudi mobil di Indonesia dengan di Eropa tidak sama. Arti dari semua diskripsi di atas adalah tata nilai berlalu lintas selalu 2 arah yang berseberangan. Sedangkan dari posisi manapun orang berlalu lintas, keduanya tidak akan bertabrakan. Hal ini bisa kita generalisasikan tata nilainya, yaitu tata nilai orang berlalu lintas pasti 2 arah yang berbeda dan tidak bertabrakan.

Situasi demikian memunculkan dualisme nilai pada saat tertentu. Bisa juga memunculkan nilai yang "ambigu" atau mendua bila ditafsirkan. Jika tata nilai peradaban itu bertemu, sesungguhnya ada satu konsensus hukum yang berlaku, dan hal ini ditetapkan dan disepakati oleh manusia. Tapi terkadang pemahaman kita tidak sama. Taruhlah contoh tata lalu lintas di atas. Bagaimana jika orang Jerman mengendarai mobil di Indonesia? Maka tata nilai yang di bawa orang Jerman adalah akan berjalan sebagaimana di jalan raya di negerinya, tetapi karena ada konsensus internasional yang dilegalkan, maka orang jerman jika berjalan di jalan raya Indonesia harus menyesuaikan diri dengan aturan Indonesia. Tetapi bagi tata nilai dasar manusia hal tersebut tetap dilematis dan ambigu. Artinya moralitas itu bila dipahami secara personalitas kelompok, akan menimbulkan ambiguitas (ganda makna). Moralitas sebagai tata nilai harus dilihat dari sisi peradaban manusia yang universal, sesungguhnya tata nilai moral itu dimiliki oleh setiap manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Coment-nya: